Revitalisasi Pendidikan Islam Melalui Internalisasi Pendidikan Al Qur’an

 

Oleh: Fina Alif Laila

Pendidikan merupakan kegiatan universal yang berlangsung dalam kehidupan manusia. Pada hakikatnya pendidikan diartikan sebagai usaha untuk melestarikan dan meningkatkan mutu kualitas hidup yang dapat diraih dengan proses belajar yang panjang. Pendidikan juga menjadi sulusi alternatif dalam menumbuhkembangkan potensi yang dimiliki peserta didik sekaligus bekal generasi muda menjawab tantangan masa depan. Berbicara mengenai tantangan masa depan, peserta didik baik dari golongan Gen Z maupun Alpha memiliki tantangan yang hampir sama.

Arus Globalisasi yang tidak bisa kita hindari memberikan dampak yang sangat signifikan bagi proses belajar anak dalam menempuh pendidikan. Transformasi teknologi dari tenaga manusia beralih dengan tenaga mesin sebagai corak dari Revolusi Industri 4.0 tentunya juga mempengaruhi sistem pendidikan. Pada tataran selanjutnya berkembangnya transformasi informasi dengan munculnya Smartphone dan Media Cyber lainnya sehingga proses pembelajaran juga diharuskan mengikuti perubahan tersebut.

Secara eksplisit arus globalisasi hari ini ditandai dengan temuan bidang teknologi terkhusus Informasi Teknologi (IT). Keberadaan IT telah merubah pola komunikasi manusia. Penyebaran informasi yang dahulu sering terkendala ruang dan waktu kini dapat dipangkas.

Dahulu informasi penting hanya bisa didapatkan oleh mereka yang berkesempatan membeli surat kabar atau mendengarkan radio. Namun kini semua informasi dapat digali melaui telepon, internet, website, youtube, facebook, instagram dan media cyber lainnya. Dengan maraknya IT tersebut bahkan informasi privasi yang harusnya diperuntukkan orang-orang tertentu kini menjadi konsumsi harian masyarakat. Ironisnya semua kemudahan yang kita rasakan hari ini harus dibayar

mahal dengan munculnya degradasi moral. Adanya hegemoni kekuasaan negara-negara maju yang menguasai IT telah menyalurkan nilai-nilai budaya yang sangat bertolak belakang dengan karakter bangsa Indonesia. Budaya Indonesia dengan karakternya yang nasionalisme, patrotisme, gemar gotong royong, menjunjung tata krama, berbudi sopan dan santun kini telah tergeser dengan nilai budaya pragmatisme, hedonisme, meterialisme, sekularisme dan kapitalisme.

Itulah mengapa kini masalah degradasi moral menjadi masalah utama negara tercinta kita ini. Bonus demografi yang harusnya semakin mengguncangkan Indonesia karena semangat pemudanya, justru kini berubah menjadi tantangan bahkan ancaman bagi negaranya sendiri.

Pendidikan Islam sebagai temeng dari terbentuknya moral peserta didik menjadi garda utama dalam mengatasi degradasi moral. Pendidikan Islam yang diakui shalih likulli zaman wal makan harus mampu menjawab tantangan zaman berupa degradasi moral ini. Islam terkadang masih dikenal dengan agama yang statis karena tuntutan agamanya sudah diatur dalam sumber hukum tekstual berupa Al Qur’an dan Hadis. Masyarakat Islam harus hidup seperti gaya hidup Rasulullah secara syariat maupun hakikatnya. Paradigma tersebut merupakan pandangan yang keliru bagi mereka yang belum mampu mengkontekstualkan ajaran sumber hukum Islam.

Pendidikan Islam selalu dinamis dan mengikuti perkembangan zaman baik dalam proses pengajaran maupun aktualisasinya. Dari sini perlu adanaya revitalisasi pendidikan Islam di mana adanya tantangan berupa degradasi moral ini muncul diakibatkan karena beberapa ajaran Islam mulai terkubur oleh arus zaman. Kita perlu menggali ajaran Islam mana yang perlu kita munculkan kembali. Budaya seperti apa yang perlu kita habituasikan lagi sehingga kita tidak terseret oleh arus globalisasi. 

Al Qur’an dan hadis merupakan sumber hukum utama Agama Islam. Segala permasalahan yang dihadapi kaum muslim haruslah diatasi dengan merujuk pada kedua sumber tersebut. Keberadaan Al Qur’an selain sebagai sumber hukum, kedudukannya juga sebagai mukjizat terbesar Nabi Muhammad Saw. yang mana kandungan dari Al Qur’an merupakan akhlaq Nabi Muhammad.


Umat muslim yang mampu menjadikan Al Qur’an sebagai Al Huda (petunjuk) dan menghiasi akhlaq mereka dengan mencontoh Nabi Muhammad tetunya tidak akat terjerumus ke dalam degradasi moral. Dari sini kita dapat menemukan revitalisasi pendidikan Islam melalui Pendidikan Al Qur’an. Pendidikan Al Qur’an jangan hanya dipahami dengan pendidikan membaca, menghafal dan menghiasi suara bacaan Al Qur’an. Pendidikan Islam harus lebih dari itu dengan meninternalisasikan nilai-nilai Al Qur’an dalam diri peserta didik.

Secara normatif tujuan yang akan dicapai dalam aktualisasi penduidikan Al Qur’an meliputi tiga dimensi. Pertama dimensi spiritual, yaitu iman, takwa dan akhlaq mulia. Apapun bentuk pengajarannya, tujuan utama pendidikan Islam adalah ibadah untuk mencari Ridlo Allah. Sebagaimana maqolah yang dikatakan Imam Al Ghazali bahwa tujuan pendidikan Islam yang hendak tercapai adalah kesempurnaan manusia yang puncaknya dekat dengan Allah. Begitupun dengan pendidikan Al Qur’an, peserta didik haruslah diarahakan bagaimana niat mempelajari Al Qur’an tidak hanya dengan memperbanyak bacaan dan menghhafalnya saja. Mereka perlu dipahamkan bagaimana akhlaq yang diajarkan dalam Al-Qur’an.

Mereka perlu dikenalkan dengan nabi Muhammad sebagai wasilah kita mengenal Al-Qur’an. Dengan hal demikian diharapkan peserta didik tidak lagi membaca Al Qur’an dengan lisan mereka namun dengan hati sehingga hati mereka dipenuhi dengan keberkahan Al Qur’an. 

Kedua dimensi budaya, yaitu kepribadian mandiri, tanggung jawab bermasyarakat dan kebangsaan. Kepribadian mandiri yang dimaksud ialah peningakatan dan pengembangan faktor dasar dengan pedoman nilai-nilai keislaman melalui pembiasaan berpikir, bersikap dan bertingkahlaku sesuai dengan norma Islam. Selanjutnya nilai-nilai tersebut dibawa dalam hubungan bermasyarakat dengan mencerminkan pola kehidupan yang sejalan dengan norma Islam seperti teladan, nasehat, anjuran, dan pembentukan lingkungan serasi.

Selanjutnya dalam berkebangsaan, umat muslim haruslah menjadikan dasar negara Indonesia UUD 1945 dan landasannya yaitu Pancasila sebagai karakter bangsa. Pancasila yang awalnya sudah melalui perjalanan panjang hingga kedudukannya saat ini sebagai falsafah bangsa harus terus dihormati dan dijunjung tinggi nilai-nilainya. Karena tidak bisa dipungkiri bahwa disahkannya Pancasila sebagai dasar negara Indonesia juga tidak luput dari peran serta pemikiran Ulama Islam. Untuk itu kita sebagai penganut Islam jangan sampai menjadi golongan sensitif yang berusaha menggulingkan Pancasila sebagai dasar negara. 

Ketiga, yaitu dimansi kecerdasan. Said Aqil Husein menjelaskan dalam dimensi kecerdasan terdapat tiga proses yaitu analisis, kreativitas dan praktis. Ketiga proses ini harus berjalan saling berurutan. Dalam menghadapi arus Teknologi Informasi saat ini diperlukan pemahaman khusus bagimana menggunakan media sosial dengan baik. Saat ini berita HOAKS banyak beredar sehingga menimbulkan ujaran kebencian.

Moral peserta didik turun karena banyaknya beredar video pornografi sehingga mereka terjerumus dalam kekerasan seksual. Selain itu budaya hedonisme juga menggerogoti mental masyarakat sehingga mereka gengsi dengan budayanya sendiri dan memilih menghalalkan segala cara untuk mengikiti trend masa kini. Dari sini kita bisa menerapkan ketiga proses dimensi kecerdasan, yaitu dengan menganalisis segala informasi yang kita dapat apakah berdampak baik atau buruk.

Selanjutnya menciptakan konten kreatif menyebarkan perilaku dengan cerminan akhlaq Islami, sehingga penikmat media sosial juga bisa merasakan jaran Islam melalui media cyber. Dengan tersebarnya konten demikian diharapkan ajaran Islam dapat dipraktikkan dan menjadi habituasi bagi masyarakat sehingga degradasi moral dapat terkikis.

****

Editor : Widianti Fajriah


Posting Komentar untuk " Revitalisasi Pendidikan Islam Melalui Internalisasi Pendidikan Al Qur’an "