Revitalisasi Pendidikan Islam dalam Membentuk Karakter Generasi Muda
Contextual memiliki arti yaitu situasi, kejadian, dan keadaan (Muslimah et al., 2022). Contextual Teaching Learning (CTL) adalah salah satu model pembelajaran yang menekankan pada keterkaitan antara materi pembelajaran dengan dunia kehidupan peserta didik secara nyata, sehingga peserta didik mampu menghubungkan dan menerapkan kompetensi hasil belajar dalam kehidupan sehari-hari (Zulaiha, 2016).
Implementasi CTL dalam pendidikan Islam dapat dilakukan dengan melakukan pendekatan pembelajaran yang menekankan integrasi antara nilai-nilai agama Islam dengan situasi kehidupan nyata. Konsep ini mengedepankan bahwa pembelajaran yang efektif tidak hanya melibatkan pemahaman konsep-konsep teoritis, tetapi juga membutuhkan aplikasi praktis dalam kehidupan sehari-hari.
Nyatanya penerapan pendidikan Islam masih banyak yang bersifat indoktrinisasi. Guru hanya memberi tahu tata cara sholat, tanpa menjelaskan mengapa dan bagaimana latar belakangnya. Menyuruh dan membiasakan untuk sholat Jum’at misalnya, tapi tidak diberi tahu apa filosofi dari sholat Jum’at itu sendiri. Saat ini, pendidikan Islam juga seperti hanya fokus dalam “menceritakan” kejayaan di masa lalu, namun kurang mendalami apa saja yang bisa diambil dari cerita-cerita tersebut.
Penerapan pendidikan Islam juga seperti sengaja memisahkan atau mensekulerisasi antara ilmu dunia dan akhirat. Seakan-akan menjadi orang yang intelek dan ulama adalah dua hal yang tidak bisa dipersatukan. Banyak yang masih menganggap bahwa ibadah itu hanyalah kegiatan-kegiatan ritual seperti sholat, mengaji saja. Kurang ditekankan bahwa mempelajari sains secara mendalam itu juga bagian daripada ibadah.
Dalam menghadapi hal ini, pemahaman siswa antar isu-isu global perlu diperluas, tapi tetap menekankan perspektif Islam dan tindakan konkrit yang dapat diambil. Siswa juga diberikan kebebasan untuk mempertanyakan segala hal yang ingin mereka ketahui, mengenai mengenai sex education misalnya. Dalam hal ini, tentu siswa akan lebih terbuka dan mengetahui bagaimana menyikapi berbagai macam isu seperti LGBT, feminisme, dan lain-lain. Namun, sebelum itu tentu diperlukan penanaman aqidah yang kuat, salah satunya adalah dengan mengajarkan worldview Islam aqidah. Materi ini sangat berguna untuk memahamkan setiap individu mengenai apa dan mengapa kita memilih Islam sebagai jalan hidup.
Menurut Muhaimin seperti yang dikutip oleh Yunus Abu Bakar, saat ini masih banyak dari siswa yang senang diajar dengan metode pembelajaran yang konservatif karena tidak ada tantangan dalam berfikir, contohnya seperti cermah dan didikte (Bakar, 2015).
Oleh karena itu, juga perlu ditekankan mengenai pembelajaran berbasis masalah (problem-based learning) dalam menumbuhkan critical thinking siswa. Guru memberikan tantangan atau masalah yang relevan dengan kehidupan sehari-hari yang memerlukan pemikiran kritis dan pemecahan masalah berdasarkan prinsip-prinsip Islam. Misalnya, ketika dihadapkan dengan masalah patriarki, bagaimana solusinya dalam Islam?
Terakhir, pendidikan Islam seharusnya juga dapat mendorong individu untuk benar-benar bermoral dan berbudi pekerti. Dalam pendidikan karakter, misalnya siswa tidak hanya sekedar menghafal hadis-hadis mengenai kebersihan lingkungan, namun bener-benar menerapkannya.
Menghafal Al-Qur’an dan hadis seharusnya tidak hanya mengutamakan kuantitas yaitu seberapa banyak juz dan ayat yang dihafal namun seberapa paham siswa mendalami arti ayat tersebut.
Misalnya saat ini, permasalahan yang sedang dialami oleh umat adalah banyak dari negara yang bahkan mayoritas penduduknya muslim namun angka korupsinya tetap tinggi. Dan mengapa justru negara-negara yang angka korupsinya rendah justru berasal dari negara-negara non religius? Intinya, seharusnya penekanan moral dalam pendidikan Islam tidak hanya sebatas zina dan pergaulan dengan lawan jenis, tetapi lebih luas dari pada itu.
Islam memang sempurna, namun harus diakui banyak kekurangan dalam umat Islam itu sendiri. Implementasi pendidikan Islam harus benar-benar merefleksikan ajaran-ajaran agama Islam dalam kehidupan, baik itu dalam tindakan sehari-hari, interaksi sosial, atau pengambilan keputusan. Tidak hanya sebatas ibadah ritual saja.
Murid bukan sekadar pelajar; mereka adalah pembelajar yang penuh gairah, yang seharusnya dipersenjatai dengan pengetahuan dan keterampilan agar dapat menjadi seorang khalifah.
Mereka tidak hanya harus memahami prinsip-prinsip agama, tetapi juga mampu menerapkan nilai-nilai tersebut dalam konteks dunia modern yang kompleks. Dengan implementasi yang benar, kita berharap dapat menyaksikan transformasi dimana pendidikan Islam bukan lagi sekadar menghafal, tetapi juga memahami, menerapkan, dan menciptakan.
Editor : Widianti Fajriah
Posting Komentar untuk "Revitalisasi Pendidikan Islam dalam Membentuk Karakter Generasi Muda"