Revitalisasi Pendidikan Islam dalam Membentuk Karakter Generasi Muda

 




Oleh: Fathia Izza Mardhatillah

Masa kejayaan Islam di masa lalu menyisakan satu pertanyaan yang mengganjal dalam benak kita semua Akankah kejayaan itu dapat kembali lagi? Dengan jumlah pemeluk saat ini yang tentunya lebih banyak dibandingkan dengan masa kejayaan Islam di zaman dahulu, apakah benar bahwa kita saat ini hanya unggul secara kuantitas, bukan kualitas?

Dalam menghadapi hal ini, bahkan sudah ada negara muslim yang mengikuti jejak Barat agar dapat maju seperti mereka, namun belum membuahkan hasil. Salah satunya Turki, dimana ideologi sekulerisme dalam dunia pendidikan yang mereka harapkan untuk menjadikan Turki seperti Barat justru menjauhkan generasi muslim mereka dari aqidah dan ilmu pengetahuan yang sejati. Banyak pemuda di Turki yang bahkan sekarang merasa asing dengan Islam, namun di sisi lain mereka juga belum bisa menyamai Barat dalam perkembangan ilmu pengetahuan.

Salah satu problematika pendidikan Islam di era global adalah kurang memperhatikan upaya penyelesaian masalah padahal itu merupakan karakter dasar dalam kualitas sebuah intelektual (Damopolii, 2015). Banyak dari lembaga pendidikan Islam yang masih menggunakan pendekatan tekstual yang menjadikan pendidikan Islam terkesan tidak peka dengan realitas sosial dalam masyarakat (Achmad, 2021).

Padahal dalam upaya menciptakan generasi muslim yang unggul, pendidikan Islam perlu lebih dari sekadar mentransfer pengetahuan agama kepada siswa. Dalam hal ini, pendekatan contextual teaching learning dapat menjadi salah satu pendekatan yang dapat diimplementasikan dalam pendidikan Islam secara lebih holistik dan bermakna bagi peserta didik sehingga dapat membantu menciptakan generasi muslim yang tidak hanya memiliki pemahaman kuat mengenai agama Islam, tetapi juga memiliki kesungguhan, keterampilan, dan kepekaan sosial yang tinggi.


Contextual memiliki arti yaitu situasi, kejadian, dan keadaan (Muslimah et al., 2022). Contextual Teaching Learning (CTL) adalah salah satu model pembelajaran yang menekankan pada keterkaitan antara materi pembelajaran dengan dunia kehidupan peserta didik secara nyata, sehingga peserta didik mampu menghubungkan dan menerapkan kompetensi hasil belajar dalam kehidupan sehari-hari (Zulaiha, 2016).

Implementasi CTL dalam pendidikan Islam dapat dilakukan dengan melakukan pendekatan pembelajaran yang menekankan integrasi antara nilai-nilai agama Islam dengan situasi kehidupan nyata. Konsep ini mengedepankan bahwa pembelajaran yang efektif tidak hanya melibatkan pemahaman konsep-konsep teoritis, tetapi juga membutuhkan aplikasi praktis dalam kehidupan sehari-hari. 

Nyatanya penerapan pendidikan Islam masih banyak yang bersifat indoktrinisasi. Guru hanya memberi tahu tata cara sholat, tanpa menjelaskan mengapa dan bagaimana latar belakangnya. Menyuruh dan membiasakan untuk sholat Jum’at misalnya, tapi tidak diberi tahu apa filosofi dari sholat Jum’at itu sendiri. Saat ini, pendidikan Islam juga seperti hanya fokus dalam “menceritakan” kejayaan di masa lalu, namun kurang mendalami apa saja yang bisa diambil dari cerita-cerita tersebut.

Penerapan pendidikan Islam juga seperti sengaja memisahkan atau mensekulerisasi antara ilmu dunia dan akhirat. Seakan-akan menjadi orang yang intelek dan ulama adalah dua hal yang tidak bisa dipersatukan. Banyak yang masih menganggap bahwa ibadah itu hanyalah kegiatan-kegiatan ritual seperti sholat, mengaji saja. Kurang ditekankan bahwa mempelajari sains secara mendalam itu juga bagian daripada ibadah.


Dalam menghadapi hal ini, pemahaman siswa antar isu-isu global perlu diperluas, tapi tetap menekankan perspektif Islam dan tindakan konkrit yang dapat diambil. Siswa juga diberikan kebebasan untuk mempertanyakan segala hal yang ingin mereka ketahui, mengenai 
mengenai sex education misalnya. Dalam hal ini, tentu siswa akan lebih terbuka dan mengetahui bagaimana menyikapi berbagai macam isu seperti LGBT, feminisme, dan lain-lain. Namun, sebelum itu tentu diperlukan penanaman aqidah yang kuat, salah satunya adalah dengan mengajarkan worldview Islam aqidah. Materi ini sangat berguna untuk memahamkan setiap individu mengenai apa dan mengapa kita memilih Islam sebagai jalan hidup.

Menurut Muhaimin seperti yang dikutip oleh Yunus Abu Bakar, saat ini masih banyak dari siswa yang senang diajar dengan metode pembelajaran yang konservatif karena tidak ada tantangan dalam berfikir, contohnya seperti cermah dan didikte (Bakar, 2015).

Oleh karena itu, juga perlu ditekankan mengenai pembelajaran berbasis masalah (problem-based learning) dalam menumbuhkan critical thinking siswa. Guru memberikan tantangan atau masalah yang relevan dengan kehidupan sehari-hari yang memerlukan pemikiran kritis dan pemecahan masalah berdasarkan prinsip-prinsip Islam. Misalnya, ketika dihadapkan dengan masalah patriarki, bagaimana solusinya dalam Islam?

Terakhir, pendidikan Islam seharusnya juga dapat mendorong individu untuk benar-benar bermoral dan berbudi pekerti. Dalam pendidikan karakter, misalnya siswa tidak hanya sekedar menghafal hadis-hadis mengenai kebersihan lingkungan, namun bener-benar menerapkannya.

Menghafal Al-Qur’an dan hadis seharusnya tidak hanya mengutamakan kuantitas yaitu seberapa banyak juz dan ayat yang dihafal namun seberapa paham siswa mendalami arti ayat tersebut.

Misalnya saat ini, permasalahan yang sedang dialami oleh umat adalah banyak dari negara yang bahkan mayoritas penduduknya muslim namun angka korupsinya tetap tinggi. Dan mengapa justru negara-negara yang angka korupsinya rendah justru berasal dari negara-negara non religius? Intinya, seharusnya penekanan moral dalam pendidikan Islam tidak hanya sebatas zina dan pergaulan dengan lawan jenis, tetapi lebih luas dari pada itu.

Islam memang sempurna, namun harus diakui banyak kekurangan dalam umat Islam itu sendiri. Implementasi pendidikan Islam harus benar-benar merefleksikan ajaran-ajaran agama Islam dalam kehidupan, baik itu dalam tindakan sehari-hari, interaksi sosial, atau pengambilan keputusan. Tidak hanya sebatas ibadah ritual saja.

Murid bukan sekadar pelajar; mereka adalah pembelajar yang penuh gairah, yang seharusnya dipersenjatai dengan pengetahuan dan keterampilan agar dapat menjadi seorang khalifah.

Mereka tidak hanya harus memahami prinsip-prinsip agama, tetapi juga mampu menerapkan nilai-nilai tersebut dalam konteks dunia modern yang kompleks. Dengan implementasi yang benar, kita berharap dapat menyaksikan transformasi dimana pendidikan Islam bukan lagi sekadar menghafal, tetapi juga memahami, menerapkan, dan menciptakan. 

*****

Editor : Widianti Fajriah




Posting Komentar untuk "Revitalisasi Pendidikan Islam dalam Membentuk Karakter Generasi Muda"