KEHIDUPAN



   Kehidupan asalnya dari kata حيي – يحي – حياة, حياء yang memiliki makna hidup/lawan dari kata mati. Kata tersebut juga bisa bermakna merasa malu. Menurut Quraish Shihab "sebenarnya antara kehidupan dan rasa malu itu tidak dapat di pisahkan. Krn orng yg malu pasti dia hidup".
و قال ابو زيد حييت منه أحيا, إذا استحييت
   Sedangkan dunia berasal dari kata دنا – يدنو – دنوا و دناوة maknanya dekat, rendah, sempit, dan hina. Dari sini dpt kita pahami eksistensi dunia adalah sementara & suatu saat pasti akn berakhir. Allah banyak menggambarkan tentang dunia, seperti halnya yang ada di dalam surah al-an'am: 32. Penegasan Allah ttng eksistensi kehidupan dunia yg di lambangkan dgn kata لعب و لهو (permainan dan sendau gurau) merupakan peringatan bahwa kehidupan dunia ini tdk berlangsung lama. Dan antara hidup di dunia dgn hidup keduniawian itu berbeda. Perbedaan itu terletak pada eksistensinya. Kalau hidup di dunia adl menjadikan dunia untuk meraih ridhonya,, kalau hidup keduniawian adl dgn mengorbankan segala²nya hanya untuk meraih dunia saja. Dia tdk mengenal tujuan hidup yg sebenarnya, kecuali hanya untuk meraih dunia saja. Cinta duniawi ini merupakan pangkal setiap kesalahan, asal setiap musibah, dan dasar setiap bencana. Syekh Sa'id berkata: "Dunia itu hina. Dan dunia dgn setiap kehinaan adl hal yg paling samar. Dan yg paling hina dari dunia adl orng yg mengambil dunia tanpa ada tujuan terhadap dunia".
   Selain Itu Allah juga menggambarkan dunia dgn kata متع (kesenangan yg sementara) (Q.S ar-rad: 26). Krn sifat dari kenikmatan dunia adl temporal dan hanya dgn waktu yg singkat saja. Dgn kata lain bahwa setiap makhluk yg bernyawa pasti akn mengalami mati. Namun banyak orng yg terlena dgn kehidupan dunia dan lupa akn peringatan Allah itu. knp banyak orng yg lupa dgn kehidupan dunia yg fana' ini? Krn kecintaannya yg sangat berlebihan dgn dunia (Q.S. Ali Imron: 14). Padahal sesungguhnya negeri akhirat itu lebih baik bagi orang mukmin yang ta’at krn ia akan kekal di dalamnya. 
   Pandangan ttng kehidupan dunia ada 3 macam; (a) orng musyrik memandang dunia hanya sekali saja tidak ada kehidupan akhirat, (b) orng munafik memandang dunia adl tujuan dari hidupnya & tdk peduli dgn kehidupan akhirat, walaupun ia mengakui adanya kehidupan akhirat, (c) orng mukmin memandang dunia bahwa mrk sangat yakin bahwa 2 kehidupan itu sangatlah penting, sehingga mrk mempersiapkan dgn baik, dunia untuk tempat menanamnya & akhirat untuk memanennya. Bukan berarti agama Islam menyuruh untuk meninggalkan dunia secara mutlak, ttpi Islam memerintahkan agar lebih memprioritaskan akhirat daripada dunia serta dunia hanya di jadikan perantara untuk meraih ridhonya. Karena tujuan hidup manusia di dunia ini adl Mardhatillah (mencari ridhonya Allah). Untuk mencapai hal ini dgn cara bertaqwa, beriman, dan beramal shalih (Q.S al-Bayyinah: 7-8).
   Beramal shalih di sini tidak hanya yg berhubungan dgn Hablum Minallah saja, ttpi juga Hablum Minannas. Krn yg namanya ibadah itu mencakup semua perkataan, perbuatan, pikiran, dan hati yg di sandarkan kpd Allah secara ikhlas ( اسم جامع لكل ما يحبه الله و يرضاه من الأقوال و الأعمال الباطنة و الظاهرة). Krn kata ibadah asalnya dari عبد yg memiliki makna انقاد له و خضع وذل. Oleh karena itu, pengetahuan substansi dari manusia dpt di lihat dari potensi ruhaniyahnya yg mana terdiri dari 4 macam unsur pokok; ruh, hati, akal, dan nafsu. Keempat unsur itulah yg dpt menentukan substansi manusia. Karena sifat penghuni surga adl mrk yg di dunianya mempunyai keta'atan, rasa takut, sedih, senantiasa menangis, dan tdk terlena dgn waktu. Jika kebaikan hidup di dunia selalu berkaitan dgn apa yg dilakukan oleh manusia sesuai sunnatullah, sedangkan kebaikan akhirat berkaitan dgn keridhoan & rahmatnya Allah. Krn itulah kebaikan di akhirat bisa berupa mendapatkan kemuliaan langsung dari Allah, kekekalan dlm Rahmat & ridhonya, berlipat ganda karunia yg di terimanya di surga.
كعبورطيف او كظل زائل # إن اللبيب بمثلها لا يخدع

Huwallahu a'lam
_______
1. M. Quraish Shihab dkk, "Ensiklopedia al-Qur'an Kajian Kosa Kata", (Jakarta: Lentera Hati, 2007), h. 306.
2. Abi Husain Ahmad Zakaria, "Mu'jam Maqoyisul al-Lughoh", Cet. Dar al-Fikr, Beirut: Libanon, Juz. 2, h. 122.
3. Sa'id Hawa, "al-Asas Fi at-Tafsir", Juz. 2, Cet. Dar as-salam, Kairo: Mesir, h. 952.
4. Mahmud Yunus, "Kamus Arab-Indonesia", (Jakarta: Mahmud Yunus Wa Dzurriyyah, 2010), h. 130. Lihat juga di kamus al-Munawir, h. 426.
5. Abdullah bin alwi al-Haddad, "Risalatul Mu'awanah Wal Mudzoharoh Wal Mu'azaroh", Cet. Dar Al-Hawi, Beirut: Libanon, terb. 2, h. 175. Dan lihat juga di kitab beliau Risalatul Mudzakarah.
6. Abdul Wahab Sya'roni, "Tadzkiroh", Cet. Haromain, Abu Dabi: Uni Emirat Arab, h. 93, 127-125.
7. Ibnu Katsir, "Tafsir Ibnu Katsir", di terj. Engkos Kosasih dkk, (Jakarta: Maghfiroh Pustaka, 2017), Jil. 3, h. 33.

***
Penulis : Ahmad Raffsanjani

2 komentar untuk "KEHIDUPAN"

  1. Terimakasih atas penjelasanya✨
    masih terpantau dan ditunggu catatan" berikutnya🤗

    BalasHapus