Seputar Hari Raya Idul Fitri
A. Pengertian Idul Fitri
Ramadhan di awali dengan sholat terawih, sholat witir, dan puasa. Umat Islam di seluruh dunia melakukan puasa selama sebulan penuh/30 hari, kecuali yang memiliki udzur syar’i. Mereka berpuasa tidak hanya sebatas menahan lapar dan dahak saja, tetapi juga menahan seluruh anggota tubuh dari perbuatan yang tidak di ridhoi oleh Allah. Hal ini bisa di katakan bahwa puasa tidak hanya menahan lapar dan dahak saja, tetapi seluruh anggota badan juga ikut berpuasa.
Hari raya idul fitri berasal dari dua kata yaitu ‘ied dan fitri. Lafadz ‘ied di ambil dari masdar عود yang memiliki arti kembali, maksudnya hari raya ini selalu kembali setiap tahunnya dan rahmat serta kebaikan berlimpah kepada hamba Allah pada hari itu. Bisa juga di artikan sebagai Allah mengembalikan kebaikan, rasa bahagia pada hambanya terutama mendapatkan pengampunan dosa. Sedangkan lafadz fitri berasal dari kata ifthar sighot masdar dari afthara-yufthiru-iftharan yang bermakna membuatnya berbuka/terlepas dari puasa. Jadi yang di maksud dengan idul fitri adalah kembali tidak berpuasa.
Pemberian nama ‘ied karena Allah memberikan berbagai ihsan terhadap hamba-hambanya pada setiap tahunnya. Di antaranya di perbolehkan makan di siang hari, di perintahkan untuk zakat fitrah, saling memaafkan, saling silaturrahim, berkurban, memakan daging kurban, haji dll. Hal itu disebabkan karena pada hari raya di penuhi dengan kebahagiaan dan berbagai aktivitas yang positif.
B. Hukum Sholat Hari Raya
1. Menurut Imam Hanafi Hukumnya Wajib
2. Menurut Imam Malik dan Imam Syafi’i hukumnya Sunnah Muakkadah
3. Menurut Imam Hambali yaitu Hukumnya fardhu kifayah
C. Kesunnahan Sebelum Sholat Idul Fitri
1. Di sunnahkan mandi, memakai wangi-wangian, dan pakaian yang terbaik
فمن جعفر بن محمد عن ابيه عن جده ان النبي ﷺ كان يلبس برد حبرة في كل عيد (رواه الشافعي و البغوي) و عن الحسن السبط قال : أمرنا رسول الله ﷺ في العيدين ان نلبس أجود ما نجد و ان نتطيب بأجود ما نجود و ان نضحي بأثمن ما نجود. الحديث رواه الحاكم
Artinya: dari Ja’far dari ayahnya dari kakeknya, bahwa Rasulullah ﷺ memakai sorban buatan Yaman yang indah pada setiap hari raya (H.R. Imam Syafi’i dan Baghowi). Dan dari Hasan As-Syibti berkata: Rasulullah ﷺ menyuruh kami agar pada dua hari raya memakai pakaian yang terbaik, memakai minyak wangi yang paling harum, dan berkurban dengan hewan yang paling baik (H.R. Hakim).
Sehingga tidak perlu setiap menjelang lebaran membeli pakaian baru. Karena yang di maksud hadist di atas adalah memakai pakaian yang terbaik dari yang di punyainya yang masih bagus dan layak di gunakan, memakai minyak wangi yang paling wangi dari yang di punyainya, dan berkurban dengan hewan yang bagus dan tidak cacat. Hal ini sesuai kalam dari Ali bin Abi Thalib
ليس العيد لمن لبس الجديد, إنما العيد لمن طاعته تزيد. و ليس العيد لمن تجمل باللباس و المركوب, إنما العيد لمن غفرت له الذنوب
Artinya: Idul fitri bukanlah bagi orang yang mempunyai pakaian yang baru. Namun idul fitri, hanyalah untuk orang yang ta’atnya bertambah. Idul fitri bukanlah bagi orang yang bersolek dengan pakaian dan kendaraan. Namun, idul fitri hanyalah untuk orang yang dosa-dosanya di ampuni.
2. Anjuran Untuk Makan Sebelum Sholat Idul Fitri
يسن أكل تمرات و ترا قبل الخروج الى الصلاة في عيد الفطر
Disunnahkan memakan memakan beberapa biji kurma dengan jumlah ganjil sebelum berangkat untuk menunaikan sholat idul fitri.
3. Di sunnahkan menghidupkan malam hari raya dengan hal yang positif
اعلم انه يستحب احياء ليلتي العدين بذكر الله تعالى و الصلاة و غيرهما من طاعات الحديث الوارد في ذلك: من اخيا ليلتي العيد لم يمت قلبه يوم تموت القلوب
Artinya: Ketahuilah bahwa di sunnahkan menghidupkan malam hari raya dengan dzikir kepada Allah, sholawat dll seperti perbuatan keta’atan, berdasarkan hadits yang warid tentang yang demikian: barang siapa menghidupkan malam hari raya, hatinya tidak akan pernah mati pada hari kematian hati.
4. Berangkat Lebih Awal
و عن انس رضي الله عنه قال: كان رسول الله ﷺ لا يغدو يوم الفطر حتى يأكل تمرات. اخرجه البخاري
Artinya: dari Anas Ra berkata: Rasulullah ﷺ belum pernah berangkat waktu pagi hari untuk mengerjakan sholat idul fitri sebelum makan beberapa biji buah kurma (H.R. Bukhari).
D. Waktu Pelaksanaanya
Para ahli fiqih sepakat bahwa waktu pelaksanaan sholat hari raya adalah setelah terbitnya matahari seukuran satu atau dua tombak atau kira-kira setengah jam setelah terbit sampai sesaat sebelum tergelincirnya matahari yaitu sebelum masuk waktu dzuhur. Sama dengan waktu sholat dhuha. Apabila orang-orang sholat sebelum meningginya matahari seukuran satu tombak, maka tidak di anggap melakukan sholat hari raya menurut Imam Hanafi, tetapi sholat sunnah yang di haramkan. Adapun untuk sholat idul fitri di sunnahkan untuk menunda sedikit dari awal waktunya.
E. Tempat Melakukan Sholat ‘Ied
1. Menurut Imam Hanafi, Maliki dan Hambali berpendapat tempat selain Mekkah untuk melakukan sholat ‘ied adalah berada di tempat yang terbuka, tetapi secara tradisi harus dekat dengan daerah. Contohnya seperti lapangan.
2. Menurut Imam Syafi’i berpendapat bahwa lebih baik di masjid. Hal itu dikarenakan masjid lebih mulia dan lebih bersih daripada selain masjid, kecuali kalau masjidnya sempit maka di sunnahkan di tempat yang terbuka.
F. Hikmah Perayaan Idul Fitri
1. Sebagai Penutup Amal di Bulan Ramadhan
Seluruh amal yang dilakukan di bulan ramadhan dari mulai awal puasa, sholat terawih, sholat witir, qiyamul lailatul qodar, zakat fitrah, shodaqoh, tadarus Al-Qur’an dll. Semua amal tersebut apabila dilakukan dengan ikhlas, hanya berharap balasan dari Allah, maka amalan tersebut menjadi sarana untuk menghapus dosa-dosa yang telah di lakukan di masa lalu. Sesuai dengan sabda Rasulullah
من قام رمضان إيمانا و احتسابا غفرله ما تقدم من ذنبه
Artinya: barang siapa yang menghidupkan malam ramadhan dengan penuh iman kepada Allah dengan ikhlas, maka akan di ampuni dosa-dosanya yang telah lalu.
2. Kepedulian Sosial Dalam Bentuk Zakat
Ibadah puasa ramadhan berfungsi sebagai tazkiyatun nafs yaitu mensucikan jiwa dan zakat fitrah berfungsi sebagai tazkiyatul badan yaitu mensucikan badan. Maka setelah selesai ibadah puasa dan menunaikan zakat, seorang muslim akan kembali kepada fitrohnya yaitu suci jiwanya dan suci badannya. Dengan adanya zakat bisa menolong orang yang membutuhkan, sehingga ketika terjadi perayaan idul fitri semua umat Islam bisa merasakan bahagia tanpa ada yang susah yang di sebabkan karena makanan. Zakat juga bisa menolong mereka untuk menuju situasi kehidupan yang mulia jika mereka lemah. Zakat melindungi seseorang dari penyakit fakir serta bisa melindungi negara dari ketidakmampuan dan kelemahan.
3. Mensucikan Diri dari Sifat Kikir dan Bakhil
Membiasakan orang mukmin untuk memberi dan agar bersifat dermawan supaya tidak hanya memeberi sebatas pada zakat. Namun berpartisipasi sebagai kewajiban sosial. Dan agar bersyukur terhadap nikmat harta.
4. Saling Memaafkan dan Silaturrahim
Dari Imam Ibnu ‘Asakir meriwayatkan hadits bahwa nabi ﷺ bersabda: pasti kecintaan Allah terlimpah kepada orang yang marah, lalu ia bermurah hati memaafkan. Bahkan dalam riwayat yang lainnya Rasulullah ﷺ bersabda: siapa saja yang dapat menahan amarahnya, padahal ia mampu melampiaskan amarahnya itu, niscaya Allah akan memenuhi hati orang tersebut dengan ketenangan dan iman.
Dari Abu Hurairah berkata Rasulullah ﷺ bersabda: dan siapa saja yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah ia menyambung persaudaraannya.
5. Mendapatkan Ampunan dari Allah
Dari Ibnu Mas’ud Ra Rasululllah ﷺ bersabda: apabila mereka berpuasa bulan ramadhan dan keluar untuk menunaikan sholat ‘ied, maka Allah Ta’ala berfirman: hai para malaikatku, tiap-tiap orang yang beramal/bekerja, mencari/mengharapkan pahalanya/upahnya, dan para hambaku yang sama berpuasa di bulan ramadhan dan keluar menunaikan sholat hari raya, juga mengharapkan pahalanya. Maka oleh karena itu saksikanlah, bahwa sesungguhnya aku telah mengampuni mereka.
Huwallahu A’lam Bi Showab.
Referensi
1. Wahbah Zuhaili, “Mausu’ah Fiqhil Islami Wa Qodhoyal Mu’asiroh”, Jilid 2, PT. Dar Al-Fikr, Beirut Libanon, hl. 322-324, 326-327, 643-645.
2. Sayyid Sabiq, “Fiqhus Sunnah”, Jilid 1, PT. Dar Al-Fath Lil I’lam Arabi, Cairo Mesir, hl. 236-237.
3. Ibnu Hajar Asqolani, “Bulughul Marom Min Adillatil Ahkam”, PT. Dar Al-Kutub Islamiyyah, Cairo Mesir, hl. 87.
4. Zainuddin bin Abdul Aziz Al-Malibari, “Irsyadul Ibad”, PT. Karya Thoha, Semarang, hl. 68 dan 94.
5. Imam Nawawi, “Al-Adzkar Lil Imam Nawawi”, PT. Dar Al-Malah Li Thiba’ah Wan Nasr, Cairo Mesir, hl. 145.
6. Usman Al-Kaibawi, “Durotun Nashihin”, Jilid. 3, PT. Al-Munawar Semarang, hl. 297.
***
Penulis : Ahmad Raffsanjani
Posting Komentar untuk "Seputar Hari Raya Idul Fitri"